Judul
Tauhid Sufistik
Kh. Salih Darat Al-samarani
Diskursus Teologis-Sufistik di Persimpangan Islamisasi dan Jawanisasi
Penulis
Muhammad Nurush Shobah
Ukuran
15 x 23 cm
Jumlah Halaman
132
Blurb/Sinopsis
Karya ini berangkat dari diskursus pemahaman tentang tauhid yang berdimensi sufistik, sejak awal mula tauhid didiskusikan melalui aspek ketuhanan (teologis) hingga diskursus dalam dimensi kosmologis. Tauhid yang murni membahas tentang ketuhanan sama sekali tidak menyentuh pada ranah tahapan-tahapan secara epistemik dalam kosmologis dan spiritual. Dari kegelisahan ini, penulis ingin membahas nilai-nilai tauhid sufistik dengan mengambil pemikiran tasawuf dari Kiai Salih Darat al-Samarani dalam konteks Islamisasi dan Jawanisasi di tanah Jawa pada abad ke-19. Lalu, tauhid sufistik dari hasil pemikirannya tersebut kemudian dikonfirmasi dengan kerangka kerja tasawuf. Fokus kajian terletak pada eksplorasi ajaran tauhid sufistik Kiai Salih yang mengintegrasikan aspek esoteris (batin) dan eksoteris (lahir) melalui pendekatan hermeneutik-filosofis. Kajian ini berupaya mengungkap peran tauhid sufistik dalam membangun harmoni antara spiritualitas Islam dan budaya lokal Jawa, serta kontribusinya terhadap penguatan iman dan akhlak masyarakat. Kajian yang digunakan iaah dengan metode kualitatif dengan pendekatan library research, mengandalkan analisis teks-teks primer seperti kitab karya Kiai Salih, serta referensi sekunder yang relevan. Analisis dilakukan melalui metode hermeneutik rekonstruksi Schleiermacher untuk memahami konteks historis dan psikologis pemikiran Kiai Salih, serta bagaimana ajarannya merefleksikan perpaduan Islam dan kebudayaan Jawa. Hasil dari kajian ini menunjukkan, bahwa Kiai Salih berhasil menjembatani tradisi sufisme dengan budaya Jawa, menjadikan tauhid sufistik sebagai sarana dakwah yang adaptif terhadap nilai-nilai lokal. Konsep-konsep seperti tauhid awam wa al-mu’min, tauhid al-muqarrabi>n, dan tauhid al-shiddiqi>n yang hasil akhirnya ia mencapai ke tingkatan al-fana>’ fi tauhi>d. Hal ini juga, dapat dipadukan dengan pendekatan budaya, menciptakan model Islamisasi yang inklusif dan relevan serta memunculkan karakter jawanisasinya dengan “aksara pegon” sebagai sarana memahami tauhid sufistik bagi masyarakat Jawa. Implikasi kajian ini memberikan wawasan baru tentang pentingnya pendekatan sufistik dalam mengatasi krisis spiritual di era kontemporer.